BERAPA BANYAK AUDITORIUM BERKAPASITAS 1000 SEAT DI INDONESIA TAMPIL DENGAN PERFORMA BAIK WALAU MEMAKAI SOUND SYSTEM MINIM? MUNGKIN HANYA SEGELINTIR. DAN UNTUK SUARA, AUDITORIUM UNIVERSITAS PARAHYANGAN INI KAMI YAKIN JUARANYA
Auditorium berkapasitas 1000 kursi ini tampil dengan sound system minim, dilengkapi sebuah panel LED fixed installation. Tiga hal inilah yang penulis soroti menjadi ciri khas utama auditorium ini. Dan sejauh pengetahuan kami, baru satu satunya ada di Indonesia.
Ada beberapa keistimewaan lain seperti pencahayaan dan lain lain. Tetapi kami lebih ingin mengulas soal audio dan sedikit bahasan tentang video. Proyek ini dikerjakan oleh PT Esa Sinergi Selaras Indonesia (ESSI), yang merupakan konsultan akustik dan design sekaligus yang mengerjakan audio, multimedia, panel LED, stage lighting, architectural lighting dan clean electrical untuk perangkat audio video.

Bagi ESSI, kami duga ini proyeknya yang prestisius. Tetapi menurut Handy Widjaya dari ESSI, bagi PT ESSI ini adalah proyek dimana idealisme mereka bisa diimplementasikan paling maksimal dibandingkan proyek-proyek lainnya,
“(Sebelumnya) saat ditawarkan sebuah proyek, ada banyak gagasan tersendiri yang ingin kami tuangkan. Tetapi seringkali gagasan itu tak semua bisa tercapai, terkait masalah waktu, budget dan terkendala hal hal lainnya. Sedangkan di proyek ini, semua usulan kita kebetulan diakomodir. Dan jika biasanya kami terhenti hanya sebagai konsultan, kali ini selain konsultan kami juga sekaligus yang mengerjakan”kata Handy.
Sesuai dengan TOR (Term of Reference) atau kriteria desain, Auditorium seluas 1016.24 m2 (termasuk stage yang seluas 186 m2) ini harus ideal untuk kegiatan akademis seperti seminar, simposium, kuliah umum, dan juga pementasan seni dan budaya seperti pementasan Paduan Suara Unit Kegiatan Mahasiswa, Sendra tari, Drama musikal, Dance. Auditorium ini tidak dirancang untuk perform musik rock, metal, underground
SOUND SYSTEM
Salah satu cerita menarik auditorium ini ada di sound systemnya, yang minimalis itu. menggunakan 2 pasang speaker (total 4 speaker), dimana daya listrik saat playback total menurut Handy hanya 4500 watt melalui 1 unit amplifier 4 channel. Ada pula sebuah subwoofer dengan dua driver 15 inch yang diletakkan persis ditengah, di bawah stage. Keduanya didrive oleh satu amplifier berkekuatan 2000 Watt. Semuanya dari merk Alcons Audio.

Hanya dengan sepasang speaker dan satu subwoofer? Sepertinya kok tidak mungkin. Belum lagi muncul pertanyaan, apakah suara bisa cukup keras menjangkau, khususnya penonton yang duduk paling belakang? Apakah tampil rata? Belum lagi bila melihat soal clarity dan bukan tidak mungkin yakni staging. Dan pertanyaan itu terjawab ketika, kami berkunjung dan menyempatkan diri mendengar di tanggal 3 September 2021 lalu. Baik dari satu-dua titik tertentu maupun kemudian berpindah pindah, dari titik terdepan, lalu ke sekitar area tengah, lalu ke area belakang.
Pertama kali yang berkesan adalah munculnya kesan stereo walaupun ini adalah sistem pro. Kesan claritynya tetap terjaga baik, walau kami berpindah, dari posisi terdepan, tengah dan ke belakang. Kami dengan mudahnya menikmati vokal dengan jelas. Mengidentifikasikan apa instrumen yang tengah dimainkan saat memutar rekaman audio pun, mudah dilakukan. Kesan suara kami dapati beda antara lajur depan, tengah dan belakang. Tetapi menurut kami, ini masih dalam batasan normal. Menurut Handy, beda kekerasan sisi terdepan dan terbelakang, ada di 4 dB. Dengan berpindah pindah lokasi duduk pun kami dapati warna suara yang sama.
ANTI LINE ARRAY?
Mengapa ESSI tidak memakai konsep speaker line array seperti yang biasa kita lihat digunakan seperti di ruang auditorium besar seperti ini? Ternyata Handy memang lebih suka point source. Mengapa ? karena konsep point source diyakininya lebih efektif di biaya termasuk untuk gedung dengan kapasitas 1000 orang. Handy selalu memulai dari sistem point source, jika ternyata point source tidak bisa diimplementasikan, baru menggunakan sistem line array. Di sini dia dapat membuktikan bagaimana point source itu bisa merealisasikan apa yang ingin dicapai sang klien.

Lovy, lincah memainkan harpanya. Auditorium ini punya standar keakustikan seperti di gedung konser. Sifat ruangannya pun ‘jujur’. Suara kecil saja bisa terdengar bahkan di lokasi duduk barisan belakang. Maka seorang penyaji perlu terampil benar dalam bernyanyi atau memainkan instrumen.
“Saya tidak anti line array sebenarnya, tetapi saya tidak suka semua dibuat Line Array. Dalam satu sisi Line Array punya kelebihan di banding point source yaitu setiap kelipatan jarak, kekerasan suara hanya turun 3 dB, dibanding point source yang 6 dB. Tetapi kekurangannya adalah dimensi speaker yang bentuknya memanjang, dan potensial sangat mengganggu interior khususnya di area stage, yang umumnya dinginkan clean tidak bertaburan speaker dan peralatan utilitas. Secara biaya pada umumnya line array akan lebih mahal, dan secara setting, pemasangan line array lebih sulit dibanding point source”,kata Handy.
PANEL LED
Hal menarik lain yang kami temui, adalah digunakannya ‘layar’ melengkung seperti di layar theatre Imax. tetapi berupa panel LED sepanjang 18.24 m x 3.36 m dengan resolusi panel LED 5.928 x 1.092. Aspect rationya di 48 : 9. Layar sepanjang ini merupakan 3 layar Full HD (High Definition) yang disatukan. Memakai source dari perangkat apa saja, termasuk dari pemutar Blu-ray.
Bagaimana jika kita punya material video 4K? Bisa saja ditayangkan dari control room, walau resolusinya terpotong tinggal 70 persen dari resolusi asli. Selain itu, sisi atas dan bawah gambar terpotong.

Hardy Nanda, the man behind the stage – mempersiapkan video yang siap ditampilkan layar LED 3 in 1 (lihat layar atas. Apa yang tampil di layar ini akan tampil di layar utama di panggung)
KESIMPULAN
Terakhir kami dapati ruangan ini jujur. Ada suara seperti derap sepatu, klik kamera, bisa terdengar oleh mereka yang berada cukup jauh dari posisi sumber suara ini. Dan setelah tanggal 4 September 2021 mengamati aksi panggung beberapa vokalis dan musisi memainkan instrumen harpa, piano dan kucheng (kecapi Tiongkok) kami dan Hardy Nanda (rekan Handy) yakin, bahwa mereka yang biasa tampil live tanpa sound system, relatif tak banyak menjumpai kesulitan bila pentas disini ketimbang dengan yang biasa memakai sound system. Dan bila mereka bernyanyi sambil main piano misalnya, maka kami yakin vokalnya tidak akan kalah dominan dengan pianonya.

By GATOT S